I
Rinduku padamu
Menembus ruang waktu
Hingga mimbar Mayapada pecah
Oh,
Andai kau di sini
Kan ku bawa melintasi pelangi terindah
Andai saja hari ini
Kau berlari kecil berkeliling bukit
Menari dan bernyanyi
Aku yakinkan diri
Niscaya
Budak-budak sahaya akan belajar bersama
Dan aku pun akan masuk dalam labirin yang licin
Meminum habis rinduku padamu
II
Di sana, rinduku
Di bukit Tursina memerah jingga
Aku ingin mengkaji selisih
Mengaji kalbu-tubuh dan laku
Bersamamu
Bersama harum bunga-senyummu
Seroja sadarku
Memaksa semesta kecilku berduka
Ah,
Riak cahayamu redupkan jiwaku
Hingga tarian kesuburan tak berlaku
Bebekas
Darah membuncah benamkan rindu
Geliat gerak pun terkulai layu
Tetumbuhan kebun tak mau tumbuh
Dalam kerudung luka
Nenek tua pun enggan lagi berpeluk-sapa
Pelan dalam waktu
Dedaunan gelayutkan denyut haru
Aku rindu
Aku hidup
Hidup dalam rinduku padamu
Walau tak lagi
Tulip dan bambu mampu mengadu
Burung pun bisu di bukit berbanjar harap
Aku tau, kini
Kau bunga bermata Buta
Merayu laut
Labuhkan gelombang
Di pelabuhan itu
Aku menunggu kau menjemput
III
Jujurku
Kau mutiara permata hati
Hingga
Batinku berteriak ingin
O, entah bagaimana bisa
Zaman menghambat kita bersitatap
Aku hanya bermimpi
Mendamba wajah dalam rupa khayal
Kau rinduku
Sendiri di balik rimbun aurat telanjang
Ya, kau
Tersembunyi di puncak mati
Kini, aku dan rinduku
Benamkan mantra kata tersayat
Hingga angan rasa meracau
Sampai kapan aku bermain?
Entah!
Bertahta keserbakemungkinan
Tapi biarlah!
Ku tak kan melukai kesunyiamu
Karna
Ku tak ingin rinduku terganggu
Pun tidurmu terbangun
IV
Kau rinduku
Telah abadi
Sepanjang hari ku tak berdaya
Yakinku
Kau tak terkubur pasti
Tapi aku tahu
Dalam tubuh bumi kau tak sendiri
Di peluknya
Kau slalu bernyanyi tiupkan serunai
O,
Kau hanya tersembunyi
Senyapkan kesunyian langit
V
Rinduku
Dahulu kau hendak bebaskan
Sunyat hasrat para pemburu nafsu
Kau tak niatkan untuk itu
Tak sengaja
Kau membunuh wujudmu
Jika hanya cemburu
Kau mampu ganti keinginan langit
Senyummu
Senyum yang terhunus
Tulus
Walau juga membunuh
Ah, kau memang
Kau enggan dusta melukai sahaya
Hingga kau mau
Membunuh tahta-kehormatan-tubuhmu
Kau pun mengubur rinduku
Demi pelepah manis pangeran batu
VI
Rinduku
Jagad telah kau genggam
Dalam asmaNya
Asmaramu kau tenggelamkan
Jagad-semesta-alam itu
Masih ada di tanganmu
Aku temukan ia menari
Di bawah jerit jalangmu
Hingga Kala terjerat
Di penjara tak terkata
Jalan itu tertanda darah
Batu cadas itu tirtimpa air mata
Di telaga suci cintamu
Cinta kau rinduku tuju
Cinta renyah balatentara
Cinta remang dalam gama
O,
Desah-resah-pasrah dawai asmara
Kau
Rinduku
Hingga hari ini
Ku teteskan air mata nama
Air mata kehilangan wajah
Air mata kesunyian pandang
Air mata pertemuan raga
Tapi ku simpan semua
Agar tak usai rinduku hingga akhir
VII
Rinduku
Ku relakan kau lelap
Rebahkan jiwa lelah abad tak beradab
Aku relakan!
Relakan kau selimuti langit
Pun rela aku kau baluti tubuh bumi
Ku relakan
Kau redupkan mata letihmu
Reguklah danaumu
Semoga
Kekhusuanku tak terganggu soal cemburu
Karena rinduku
Tak tertahan hingga hari ini
Aku masih ingin
Masih ingin
Ingin mainkan harpa rinduku
Selalu dalam waktu
apen MAKESE
HariSuciMasihDuaMingguLagi
RamdahnSunyi 78F 2008
sebuah pena di antara kerikil, berdiri di Mahkamah sunyi, menanti bisik, menatap angin, memaknai hari, pun beruzlah ke titik-titik pasir, hingga jatuh menuju muara berpulang. Bebas! Berkaca pada kata apa saja, berbicaralah! Tak perlu bertanya, hanya Kau-lah...!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Dosa Dalam Doa
malam ini mungkin akan gelap sebab rindang gersang enggan melepaskan senyap gelap ini mungkin kan berahir kelam sebab alfa doa-doa t...
-
Desentralisasi merupakan sebuah konsep yang mengisyaratkan adanya pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah di tingka...
-
Rinduku padamu Menembus ruang waktu Hingga mimbar Mayapada pecah Aku pun terkulai lupa segala Oh, Andai kau di sini Kan ku bawa meli...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar