Jumat, 15 September 2017

Risalah Pembuka; Antologi Kesunyian; Putri Yang Hilang

 




Dengan menyembut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Atas segala limpahan yang menjadi pagar penjaga nikmatnya, aku berucap syukur! Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan pengharapan ketika berada dalam lorong-lorong kekosongan. Kemudian shalawat semoga dilimpahkan khususnya kepada Nabi Muhammad, hamba dan Rasul-Nya, umumnya pada para nabi-nabi dan para auliya.

Dalam risalah pembuka dari sebuah Antologi Kesunyian Putri Yang Hilang (La Hila) yang masih menjadi misteri dan menyisakan tanda tanya besar untuk anak-anak abad-zaman ini. Kucoba membuka pintu tanda tanya dengan satu sketsa kebinggungan atas kehidupan masa silam, dan pada kesunyian yang terpendam pada wajah zaman yang berjalan, sebagai upaya memahami jawaban. Antologi Kesunyian, selain memuat tentang perabaan terhadap sosok Putri Yang Hilang, terdapat pula tulisan tentang perasaan cinta dan kenyataan lain. Pada bagian ke-3 dan ke-4, tulisan yang ada adalah tulisan yang pernah dimuat di dinding Facebook dan disertai komentar dari beberapa kawan-kawan yang menjadi teman Facebook.

Dimana hal ini dimaksudkan, sebab pesona kehidupan memiliki akar dan pesona tersendiri bagi pribadi masing-masing, saling terkait semisal denyut pemikiran yang sama, namun berbeda soal bicara dan penyampaian. Antologi Kesunyian, berwajah aforis, atau nampak seperti alegori dan metafora yang hadir dari ruang fantasi dan juga ilusi yang sejadi-jadinya, antologi tanpa halaman, tidak ada batasan melainkan untuk Putri Yang Hilang. Jika diyakini sebagai kebenaran (seperti tentang La Hila), maka hakikat semestinya memberikan warna. Oleh karenannya, dimensi sejarah yang terkadang masih menimbulkan decak keresahan semacam keraguan, apakah benar adanya, ataukah hanya sekedar angan-angan belaka, harus kita kembalikan pada perenungan masing-masing.

Dalam Antologi Kesunyian yang seringkali mengalami kebinggungan ini, yang kulakukan adalah upaya mencoba menyatukan titik-titik kecil dari berbagai perjalanan sejarah dan warisan leluhurku sendiri sebagai satu kesatuan yang memiliki hubungan kausalitas yang universal. Pergulatan yang tertuang di atas alfa kesunyian ini, mungkin diluar kewajaran dan terjemahan yang tepat, namun hal ini merupakan awal dari titik keberangkatan, meskipun isi dan bentuk ceritanya membias kemana-mana, bahkan mungkin akan dianggap sebagai sebuah tulisan dengan tingkat absurditas abal-abal.

Pada ahirnya, aku menyalin diriku agar bisa menjadi Aku, menjadi tafsir bagi setiap gerakan maupun lirikanku pada bisik langit dan bumi. Dan aku berterima kasih kepada Ibu-Bapaku, Paman-Bibiku, Kakak-Adiku, Istri-Anaku (Cahaya Bintang Mahisha dan Raihana Syakira), Bapak-Ibu Istriku dan semua keluarga. Para Sesepuh dan Tetua (Yang Membimbing dan menjadi teman diskusi tentang sejarah dan kajian/fi’tua), Kawan-kawanku, Cak Bagus Soleh Ahmadi (atas cover paling baik, aku rasa), Ilham Rao (Target Buser), Gus Roy (dengan hijibnya), Al-Kahf (thanks to kritik sarannya), Omen_Lukman Zul, Nico Manggila dan kawan-kawan La Hila Band (Ame, Iam, Adji), Abhym Rangga G, Abinz Ncuhi S, Ust. Tovan, Ust. Aminullah, Acoy Freedom, Prof. Helen, Fadli Harahap, Arya (Panipu), Cak Romi (aktivis Ciputat), Kang Ipoel M, Taufik S., Husni Seban, Tanjung, Macho, Bin Kalman (Kahaba), Agus Mawardi (MM), Bang Peq dan kawan-kawan Radio Aksi (Cerita Lama), Bunda Mahmudah (Kajur PMI kami yang baik), bu Wati (Sekjur PMI yang baik pula), Pak Tantan (Dosen favorit) dan PMI UIN, kawan-kawan angkatan 10 dan 12, kawan-kawan kuliah (2003 ke-atas), semua kawan-kawan dan semua pihak, yang tidak bisa disebutkan satu per satu, terima kasih, dan untuk tanah kelahiranku O’o Donggo, wilayah tempat tinggalku, Desa Punti Soromandi Bima. I Love U.

Ahirnya, aku mencoba untuk berteguh hati untuk tetap menulis apa yang aku inginkan, apa yang menurutku baik dan benar, berdasarkan kisah yang terhubung erat. Untuk Putri Yang Hilang, “Aku mencintaimu dengan cinta yang tidak terbuat dari apa-apa/bila hanya fatamorgana/aku tetap akan katakan cinta/sebab cintamu telah terukir di atas tiada/dan tertambatlah ia/dengan nyata dan selamanya di dalam dada/jika ada setitik kebencian yang tertanam/akan kusingkirkan dengan belati kalam/aku mencintamu bagai bentang alam/dan bila pada ahir masa/kita dapat bersitatap mata/maka pada kelopak jiwamu/kudaratkan tahta cintaku”.



Donggo, 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dosa Dalam Doa

malam ini mungkin akan gelap sebab rindang gersang enggan melepaskan senyap gelap ini mungkin kan berahir kelam sebab alfa doa-doa t...