Minggu, 23 Januari 2011

CAHAYA NYATA

Bukan karena aku ingin disebuti sastrawan ketika aku selalu mengirimkan syair malu serta rindu kepada-Mu, Tuhan-ku. Bukan pula aku ingin disebut alim ketika aku duduk sendiri termenung akan semua pemberian-Mu. apalagi ingin disebut sebagai abid ketika aku terlempar kesisi kiri kenyataan, dititik sempit, disana hanya ada nama-Mu ku sebut. Bukan juga karenai ingin disebut sebagai sufi ketika aku berada dalam kegelapan aku menggunakan bahasa filsafat untuk bertanya tentang keberadan-Mu.

Semua tergerak karena aku ingin, ingin mengabdi hingga dititik aku sendiri sulit menyadarinya, ingin terkucil oleh perasaan angkuh yang bergerak bebas dalam kalbu busuk akan makhluk lain, aku ingin tertunduk lesu dari kasak-kusuk nafsuku yang telanjang. Bukan pula lantaran karena kewajiban aku sebagai hamba, aku ingin mengirimkan-Mu puisi setiap detik. Kewajiban adalah sesuatu yang sudah seharusnya aku penuhi tanpa harus Engkau peringati.

Tapi memang aku selalu memiliki kelalaian, kelemahan, kegelapan, dan kealpaan. Jangan jadikan itu sebagai alasanku untuk melanggar. Aku melantunkan sajak-sajak suci buat-Mu yang Maha Agung. Semua karena aku butuh kepedulian-Mu tentang tubuh dan kalbuku yang bergerak kadang menentang. Tapi apalah arti puisi, sajak dan syairku dibandingkan pintu rahmat-Mu yang terbuka tanpa ruang pembatas bagi keterbatasanku.

Aaah, Tuhan-ku. Kau Maha mendengar apa yang tak terdengar. Kau Maha melihat apa yang tak terlihat. Kau pula Maha mengetahui apa pun yang tak terketahui. Kekuasaan-Mu melingkupi segala sesuatunya dan segala sesuatu ada dibawah kekuasaanmu.

Tapi apa daya.
Aku ingin tetap mengirimi-Mu secarik lagu kalbu.
Seuntai sajak laku diujung tempat tidur lapuk.
Secercah pepatah retak dipembatas nyawa meregang.

Sebaris puisi kecil terukur oleh Ke-Maha-an-Mu.
Tapi aku malu!
Aku malu pada nafsu-nafsu ku busuk.
Tapi Kau Maha Tau!
Aku takut pada hasrat ku rakus.

Aaah, ternyata aku masih ragu.
Padahal Engkau tak memaksa Tuhan-ku
Ragaku sengsara besar pertimbangan segala.

Tulislah dengan Nama Tuhan-Mu.
Itu perintah dari Sang Maha.
Bait Puisi-ku Tuhan-ku

Cahaya Nyata.
Nyata menghujam segala raga.
Harapku satu menuruni bukit.

Sinar Matahari Ilahi meniduri akal pikiranku hakiki.
Cahaya purnama Rabb memenuhi ruang kalbuku abadi.
Melalui kerikil Zikir aku menyebut nama-Mu tak lekat sungguh.

Bila salah tujuan, Aku harap disambut kalbuku luka.
Bila bahasa sajakku bias, biarkan menyaksi dipadang bisu.
Bila syairku salah, paksakan pentunjuk-Mu memelukku khusyu,

Hanya itu puisiku berbahasa.
Izinkan cahaya-cahaya bertebar bukan karena celah di dadaku.
Semoga Hidayah menjamah bahasaku dibalik gambar yang ada.

Untukku Engkau mencipta
Untuk-Mu aku slalu mengada
Karena-Mu aku bisa segala

Cahaya Nyata di ujung mata-mu membara
Di batas mimpi-mu tertanam secercah harap
Di ujung nafas bergerak memintal Hidayah


apen MAKESE
MalamSuciRamadhanSunyi
26 Agustus 2009 Stagnan dan Nakal

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dosa Dalam Doa

malam ini mungkin akan gelap sebab rindang gersang enggan melepaskan senyap gelap ini mungkin kan berahir kelam sebab alfa doa-doa t...