Detak metamorfous berangsur-angsur
Tumbuh tersusun, habis terbunuh
Tercipta pada waktu yang mewahyu
Punah dalam kehancuran yang berlaku
Imajinasi zaman tiba di titik revolusi
Kerumunan memekik tak sadarkan diri
Mimpi-mimpi hadirkan reinkarnasi dan evolusi
Ah, bisa dikata kafir aku bila harus meyakini
Mungkin ini satu kebencian abad kegelapan
Memisahkan isi dan bentuk sebab balas dendam
Adakah garis penghalang bagi manusia waras
mengekspresikan kebenaran berpikir dan kebenaran bertindak?
Entah!
Malam ini, aku lebih suka berhayal tentang malam pertama
Bagaimana takut dan ragunya aku saat meraba sang perawan
Mengamati detak jantung, manahan arus nafsu meramu sisa waktu
Tapi bagaimana, ini adalah kebutuhan hidup!
Mustahil memisahkan ketersinggungan waktu
Mesti ada yang rapuh di paruh garis peperangan
Masihkah ranjang pengantin kau bayang-bayang?
Oh, modernisasi, setiap hari adalah imitasi
Kau jejaki daya pikir dengan konsumsi plastik
Wajah-wajah kelam memberikan medan turbulensi tiada arti
Mungkinkah ini ahir dari cerita para nabi-nabi?
Aku menjadi tak bergeming berkali-kali
Yang aku lihat adalah pesta pora para pendaki
Di lain sisi kerumunan murka-menista tanpa alas kaki
Menghakimi bahasa tanpa tangan dan kertas sejati
Walau aku lebih suka dunia terjatuh di kesunyian malam
Tapi terlanjur dunia terjebak pada kehampaan makna
Mau bagaimana lagi?
Hari-hari pun terjangkit pemikiran tentang kematian segala
Bagai penyakit beranak pinak sejak kehadiran ramalan Jayabaya
Benih-benih itu timbul-tenggelam tak terkira
Berdiaspora secara spontan suarakan kematian Tuhan
Dalam rotasi yang berlaku juga berlalu, mausia pun menjadi semakin ragu
Sebab pencerahan telah memantik cara baru dalam berbudaya bagi setiap bangsa
Inilah peradaban! Teriaknya.
Apakah ini kesahajaan? Aku bertanya
Padahal keseragaman adalah penjara tanpa jeruji
Tapi hal itu kau tutupi, sebab sembunyi-sembunyi lebih banyak yang mengakui
Dan kau pun suruh aku berdiri untuk diadili karna tak mengikuti penyucianmu
Mungkinkah aku ditembak mati sebab kejahatan yang tak terbukti?
Ah, sudahlah! Aku lebih baik kembali bermimpi
Mimpikan kasihku dan juga kisah tentang cinta
Ia, kisah yang telah tercipta berabad-abad lama
Kisah yang slalu merenggut kemurungan Laila dan juga Julia
O, kasihku.
Kehidupan membuat aku binggung
Bukan padamu tapi pada tindak laku
Bujuk rayu dan juga tipu daya
Saat membanyangkan wajahmu
Aku berhenti berpikir sejenak
Bagai senja yang makin kelam
Aku kemudian menarik dan menahan nafas
Aku menatap ke atas untuk berkaca
Warna langit tampak begitu pudar malam ini
Kelabu dan juga abu-abu cuatkan residu cahaya
Bersamaku, keheningan melupakan denting kehidupan fana
Mengintip sedikit kejernihan suara batin dan harapan kelana
Kau ibarat waktu yang hilang-tumbuh berganti tubuh
Aku memetikmu dalam siklus
Menghisap seluruh dimensi dan energi
Mungkin esok matahari kan giat kembali sinari pagi
Hari ini, aku ucapkan selamat malam padamu wahai kenyataan
Apen MAKESE
KalaMalamMasihMenyimpanFajarMalam
21 Januari 2011
Tumbuh tersusun, habis terbunuh
Tercipta pada waktu yang mewahyu
Punah dalam kehancuran yang berlaku
Imajinasi zaman tiba di titik revolusi
Kerumunan memekik tak sadarkan diri
Mimpi-mimpi hadirkan reinkarnasi dan evolusi
Ah, bisa dikata kafir aku bila harus meyakini
Mungkin ini satu kebencian abad kegelapan
Memisahkan isi dan bentuk sebab balas dendam
Adakah garis penghalang bagi manusia waras
mengekspresikan kebenaran berpikir dan kebenaran bertindak?
Entah!
Malam ini, aku lebih suka berhayal tentang malam pertama
Bagaimana takut dan ragunya aku saat meraba sang perawan
Mengamati detak jantung, manahan arus nafsu meramu sisa waktu
Tapi bagaimana, ini adalah kebutuhan hidup!
Mustahil memisahkan ketersinggungan waktu
Mesti ada yang rapuh di paruh garis peperangan
Masihkah ranjang pengantin kau bayang-bayang?
Oh, modernisasi, setiap hari adalah imitasi
Kau jejaki daya pikir dengan konsumsi plastik
Wajah-wajah kelam memberikan medan turbulensi tiada arti
Mungkinkah ini ahir dari cerita para nabi-nabi?
Aku menjadi tak bergeming berkali-kali
Yang aku lihat adalah pesta pora para pendaki
Di lain sisi kerumunan murka-menista tanpa alas kaki
Menghakimi bahasa tanpa tangan dan kertas sejati
Walau aku lebih suka dunia terjatuh di kesunyian malam
Tapi terlanjur dunia terjebak pada kehampaan makna
Mau bagaimana lagi?
Hari-hari pun terjangkit pemikiran tentang kematian segala
Bagai penyakit beranak pinak sejak kehadiran ramalan Jayabaya
Benih-benih itu timbul-tenggelam tak terkira
Berdiaspora secara spontan suarakan kematian Tuhan
Dalam rotasi yang berlaku juga berlalu, mausia pun menjadi semakin ragu
Sebab pencerahan telah memantik cara baru dalam berbudaya bagi setiap bangsa
Inilah peradaban! Teriaknya.
Apakah ini kesahajaan? Aku bertanya
Padahal keseragaman adalah penjara tanpa jeruji
Tapi hal itu kau tutupi, sebab sembunyi-sembunyi lebih banyak yang mengakui
Dan kau pun suruh aku berdiri untuk diadili karna tak mengikuti penyucianmu
Mungkinkah aku ditembak mati sebab kejahatan yang tak terbukti?
Ah, sudahlah! Aku lebih baik kembali bermimpi
Mimpikan kasihku dan juga kisah tentang cinta
Ia, kisah yang telah tercipta berabad-abad lama
Kisah yang slalu merenggut kemurungan Laila dan juga Julia
O, kasihku.
Kehidupan membuat aku binggung
Bukan padamu tapi pada tindak laku
Bujuk rayu dan juga tipu daya
Saat membanyangkan wajahmu
Aku berhenti berpikir sejenak
Bagai senja yang makin kelam
Aku kemudian menarik dan menahan nafas
Aku menatap ke atas untuk berkaca
Warna langit tampak begitu pudar malam ini
Kelabu dan juga abu-abu cuatkan residu cahaya
Bersamaku, keheningan melupakan denting kehidupan fana
Mengintip sedikit kejernihan suara batin dan harapan kelana
Kau ibarat waktu yang hilang-tumbuh berganti tubuh
Aku memetikmu dalam siklus
Menghisap seluruh dimensi dan energi
Mungkin esok matahari kan giat kembali sinari pagi
Hari ini, aku ucapkan selamat malam padamu wahai kenyataan
Apen MAKESE
KalaMalamMasihMenyimpanFajarMalam
21 Januari 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar