Setelah seharian kemarin lalu aku bersujud di atas kubur bisu, dan sempatkan diri singgah sejenak ke rumah bunga-bunga pidana untuk bertukar tawa jenaka tanpa rasa. Aku mohon diri. Permisi meninggalkan ia sendiri menonton televisi. Rahasia mistik membawaku melintasi batas ruang-waktu. Aku sendiri menyaksikan kesaksian suci beberapa Jendral saling bersikukuh tentang siapa yang berselingkuh atau menelikung di kamar kecil kejahatan-institusi.
Enyahlah siapa saja!.
"..."
Bergegas aku kembali ingin menulis hal yang sama. Dan aku pun mengutus waktu tidurku untuk negara-bangsa dengan bendera MERA-putih terkoyak.
Sesaat
Aku kembali lamunkan titik noda garis MERAH-putih-ku yang terhimpit bintik-bintik.
Sejenak
Aku rasakan ada intrik menghipnotis pemikiran orang kecil dan masyarakat miskin.
Seuntai kata terhantar
Ternyata jalan sejarah bangsa mengajarkan aku untuk tidak belajar pada kenyataannya.
Sebaris lagu ku lantukan dalam kalbu.
Bagunlah jiwanya, bangunlah badannya, untuk Indonesia Raya.
Indonesiaku jatuh terpaku malu
Indonesiaku bertarung tanpa pengatur.
Tolong! Kau rebahkan bendera MERAHputih-ku ternoda.
Aku kembali dari perhelatan-hampa-jalanku. MERAH-putih tertutup beribu noda berat terhapus bersih. MERAH benderaku berkibar malas menjamah 'putih' warna sucinya. Olok-olok para penjaga gerbong memotong kokoh pohonnya terpotong-potong ke kantong sampah sumpah serapah.
Berbohong
Bobrok
Bodoh
Dan maaf, aku bilang kalian goblok!
O, Biadab! Bebondong-bondong masyarakat memasuki borgol omong kosong. Tergopoh-gopoh aku berlari menyembunyikan diri ke lorong-lorong. Di dinding gelap gulita aku bermimpi menemui raja-raja dan prajurit pengusir penjajah tanpa nama. Raja menatap, menangis teriris. Prajurit nyanyikan sebaris-syair-lagu sunyi.
Sepi
Mereka berbisik lirih
Temukan keris dan kitab suci penjaga istana.
Bubuhkan ujungnya di dada pelangar sabda.
Bacakan mantra Jayabaya tepat di wajah.
Biar tubuh berdarah-darah, tak terasa.
Aku takut, jatuh terantuk batu-batu. Berlari kembali menuju kalut. Nusantara pecah-terbagi-hancur-terkeping-kecil-kecil di jejak telapak Gajah Mada. Mantra dan sastra Ronggo Warsito tertelan bencana. Asthabrata terkapar-petapa Tatakartanegara terbius-memeluk Nggusu Waru. Terkubur! Undang-undang pun membunuh.
Aku terbangun
"..."
Jangkrik mengirimkan nada setitik.
O, bintik-bintik noda yang menenggelamkan layar perahu bangsa. Haruskah membunuh nuraniku yang tak sanggup membangunkanmu dari lamunan panjang para jendral penjaga gerbang? Keluar aku menghirup semesta pilu. Purnama memantulkan cahaya melalui celah kebingungan. Tersapu sejumput kisah. Kau bangsa tinggal hanya cerita. Aku menjinakkan lelah. Layar imajinasi menyetubuhi diri.
Teringat Hatta
Termaktub Hamka
Tersesat Tan Malaka
Sekian detik berlalu
Aku tersiksa mengankat tangan.
Jatuhku memeluk senyum MERAHputih
Di sejengkal panorama fajar. Aku tekan tombol pembodohan. Berharap ada hikmah tak teraniya. Kekinian berjalan-cepat-tanpa-hambatan di cermin kaca. Kesahajaan kemajuan memproduksi komoditas-imitasi-tanpa-identitas. Inginku mengasingkan diri di pelabuhan para penjaga bangsa.
NAMUN
Terbawa aku dalam dunia penonton.
Hinggap lupa warna MERAH terKoyak
Terbuai aku dalam bahasa pasar
Pasrah tertawan wajah jenderal perang
Ketika cahaya purnama turun sepenggalan. Fajar tenggelam sebelah gelap. Berganti aku mencari petunjuk-penyejuk-hati. Tapi, deklarasi ke-aku-an menghiasi tivi. Nurani subsidi segala ilusi. Jenderal berperang tanpa senjata. Jenderal perang tak bawa bendera. Jenderal perang terperangkap di medan pangkat dan nama. Memintal bintang dengan perintah tersembunyi.
Perang berharap merampas mendali.
Negara-bangsa bukan pilihan diri.
Tak kuasa kenyataan bertahan lama.
Tanya inginkan fakta
Aaah, menonton kebodohan yang monoton.
Persetan!
Tak ada yang bisa di lafadz-kan.
Hanya doa dan air mata tanpa tenaga.
Azan subuh mengalun malu.
Bangunkan diri sesat di hutan-beton-rimba-raya-bangsa.
Hakiki menyiram belukar suci. Titik kecil menyulam beribu koyak.
Hening MERAHputih di tapak-tangan PALAPA rebahkan sumpah.
apen MAKESE
RuangHampaLayarKACA
20 Maret 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar