Selasa, 22 Februari 2011

Aku, Kau dan Janji-Janji; Part DUA

“Sungguh! Sangat indah”
“Ibarat sebuah deklamasi puisi”
“Kau memikat hatiku hari ini”

"Meski aku tak tau pasti!"
"Pada apa yang kau maksudkan janji!?"
“Mungkin kau tengah menjadi tuhan bagi karya ciptamu sendiri”

Tapi kini, aku makin ingin menjawabmu. Bebaskan kau dari jeruji pahit-manis janji-janji. Harus aku penuhi-tuntaskan murungmu, agar lekas terbang lempung debu yang menutupi belukar tetubuhmu. Melalui hembus angin dan bunyi-bunyian perintih, aku uraikan maksud agung, agar luas kau lepaskan langkah. Ya, kemana pun arah tetujuan laut gelombang membawa biduk perahu jalanmu. Aku lakukan itu, biar tak tersiksa jiwamu oleh siksa. Sebab aku tak ingin, bila waktu harus menunggu dalam resah-murung-mengadu-murkamu. Yang aku tau, janji-janji tidak untuk dikritisi, meski ia menyimpan sedikit celah untuk diprediksi oleh imajinasi akal-pikir. Sungguh! tak ada muatan politik dalam maksud aku membebaskanmu. Jangan memulai intrik karena kau sudah tak ingin menangguhkan waktu, sebut saja kau sudah-terlalu ingin mengkaji tubuh dalam bujuk-rayu cecumbuan laku. Maka aku penuhi-pulangkan kesepakatan yang terlafadzkan, padamu.

“Aku bebaskan kau, wanitaku!”

Di antara rerimbun pasir, aku memastikan diri. Meski elok matahari terhianati oleh matahatimu. Aku tengah asik merasakan persenggamaan ilalang dengan kepak sayap kupu-kupu malu ketika kau mengadu-alunkan murka dari jauh. Dari kata yang telah kau urai-ucapkan padaku, aku semakin tau, kalau kau tak peduli pada arti dan bunyi-bunyian bisik bagaimana. Entah pengertian apa yang mesti aku berikan, agar kau dapat mengerti pada apa yang sedang aku fikirkan. Yang jauh adalah jarakku. Yang buta adalah mataku. Tapi bukan aku. Maka bungkamlah gejolak murka-murungmu! Jangan sembunyikan ia dibalik kerudung lapuk senandungmu! Nikmati ahir dari derita nurani yang kau miliki! Hingga ahir! Hingga tiada kau temukan siksa menyapa waktumu.

“Tapi ya, sudah!”
“Aku bebaskan kau dari segala tipu daya angan-angan”
“Jalin apa saja hingga dapat hadir-ciptakan ceria-tawa”
“O, sulam teratai kalutmu hingga lahir-adakan senyum-senang bagi kehormatanmu”

Di batas penantianmu
Aku musnahkan ruang!
Kini, kau bebas kemana saja untuk merdeka

Dan hingga hari ini, aku percaya akan firasatku sendiri. Kau tak kan mampu bertahan memegang tirakat. Patah perlahan bagai pelepah gersang dalam badai-angin yang memuncak-hempaskan abu-abu jalan. Karam di terjang mendung fajar dalam etalase laut. Hingga layarmu semakin layu-tenggelam dalam kegelapan purnama. Aku ingin usaikan segala penghambaan, sebab kau tidak untuk aku perdagangkan. Di batas kaldera yang terhampar, aku temu-uraikan satu zikirku tentangmu, bahwa kau satu dari "Kebanyakan orang yang melemah-kalah bukan karena-disebabkan peperangan, melainkan oleh keragu-raguanmu pada waktu yang melaju". Wujudmu telah timbul-tenggelam dalam siklus waktuku. Menyisakan siksa penyangsi. Meratap lugui tangis-duka palsu bertabur racun. Sesali kesaksian demi dan atas nama penantian cinta yang picisan. Maka aku bertanya pada kehalusan rasamu. O, kau semakin ragu pada hembusan angin laut yang terus melarutkan hasrat-panas pada biduk perahumu.

Aku dari garbah menjadi gelombang
Menekuni sejuk-dingin angin pasir gurun
Kau! Rupa laut gersang yang turut hempas-ceraikan hujan

Aku tiada lagi bermimpi!
Ingin mencari-temukan titik!
Di jalan kembali pulang pada lautmu

Aku menjauh
Biar tertatih sendiri
Temukan hikmah dalam hujan yang menjadi angin dan pasir gurun

“Ah, kau…!”
Mengadu ratap bagai serigala
Kehabisan darah, kehabisan segala

Etis-tidak-apakah? Aku juga semakin tidak peduli meski kau definisikan sebagai yang estetis. Setitik ruang dalam semesta estetik mungkin sudah lebih dari cukup! Tapi bagimu? Aku tak ingin menampakan pengingkaran ini melalui kelopak bunga atau melalui anggur secawan. Sudah kau reguk habis segala hamparan kalutmu. Biarkan pahit-manis laut kau palsukan menjadi mega-kelana yang tertatap. Bagiku, janji tidak tercipta tiba-tiba, ia dihadir-ciptakan oleh-dari taman-taman yang saling percaya pada apa yang tersabda. Sungguh! Ia bukan soal rayu-merayu demi setumpukan tetubuh. Ia satu ucap-laku yang disatukan dari dua garbah yang sama. Wanitaku! Kau memiliki resah keraguan pada haluan lautmu sendiri. Aku sedikit orang yang membungkam-bangunkan keyakinan dari kebinggungan alurnya sendiri. Pada pengalaman dan penyesalan, aku terjemahkan hasratmu untuk cinta yang tidak kau percayai.

Aku bebaskan kau!
Untuk dan tidak menangis
Agar terang jalan nuranimu


To Be Continue....


Apen MAKESE
KalaMalamSepiSendiri
22 Februari 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dosa Dalam Doa

malam ini mungkin akan gelap sebab rindang gersang enggan melepaskan senyap gelap ini mungkin kan berahir kelam sebab alfa doa-doa t...