Kamis, 24 Februari 2011

Aku, Kau dan Janji-Janji; Part TIGA

Di antara kawah dan keldera panas
Aku rasakan terang-benderang bahtera
Lalu rindang lembah dan rerimbun savana

Ku relakan cintaku atas ingkarmu
Maka aku tanyakan palung lautmu
"Keringkah Air Matamu?"

Pertanyaanku, sesungguhnya tidak untuk memaksamu agar turut-serta merasakan pahit derita jalan pengingkaranmu sendiri. Pertanyaanku tidak untuk dipertanyakan. Pertanyaanku adalah pernyataan atas kebebasan yang membebaskanmu dari beban yang membebani batin-tubuhmu. Mestinya sebening kaca, jika itu kau rasa. Atau sehalus sutra, bila itu kau raba. Lupakan janji! Simpanlah hatimu! Lupakan kesepakatan sakral yang telah kau isyaratkan pada aku yang menyaksikan. Tak mesti kau abaikan sakit-luka-murka hatimu, bila kau inginkan kemerdekaan. Seputih gaunmu, seputih itulah tetujuanku yang tertuju padamu.

Kau aku bebaskan!
Biarkan matahari larutkan lautmu
Agar bebas kau setubuhi agogusmu sendiri
   
Aku tau, kau tak sepenuhnya terfahamkan
Bagaimana lentera gelap berdiskusi tentang rupa terang
Tak mengapa! Bila kau ingin artikan segala dengan penyiksaan

Kau bebas tanggalkan mantra kapan saja. Bebas lepaskan gejolak-hasrat dimana saja. Biar! Aku menjadi jaminan bagimu, jika kau takut pada beban noda. Biar! Aku menjadi doa bagimu, bila kau takut pada dosa-dosa. Jika kau tak mau disebut sebagai pendusta, simpan-sembunyikan ia di kedalaman palung lautmu sendiri. Jadilah pelantun yang melantunkan kebebas-merdekaan apa saja. Sebab aku tau, bagaimana terkekangnya seekor kuda oleh-sebab kekuatan-kendali tali-temali kekang dari tuan-tuannya sebagai penunggang. Tapi, betinaku! Kau bukan burapa kuda yang ingin aku tunggangi. Jika demikian, betapa kekalnya aku dalam kejahatan dan beban berat ujian serupa. Jeruji janji yang kau definisikan sebagai penjara bukanlah tempat hukuman yang menghukumimu atas kesalahan yang tidak pernah kau mengerti hakikat kesalahannya.

Kau hanya ingkar tepati janji
Bagi diri dan lautmu sendiri
Bukan bagi resah dermaga manusia-manusia kerdil

Kau terlalu agung
Jika kusematkan sebagai racun
Kau hanya berupa kalut-luka dari beribu muka

Maka dalam hal ini, aku hanyut-bebaskan kau
Dari berjuta pelangi kata-dusta tentang kebenaran apa saja
Agar lekas bebentang layarmu dari menara mercusuarmu sendiri

Dari dawai api dan nyanyian air
Setetes air jatuh menimpa bait-bait
Kalungkan aku temaram lampu-lampu badai dan tangis

Kucari sumber api dan air
Rupa puisi batu yang beradu halus-batin
Lalu keringkan aku dari panas air api

Dan dari kawah api
Melalui angin gurun pasir
Aku membebaskan rupa-ratapmu kini...!”

Terserah! Kau menangisi aku atau janji-janji. Aku bebaskan kau, wanitaku! Bebaskan kau untuk tidak memilih dari kedua hal yang sedang kau tunggu-abaikan. Kedua-duanya atau salah satu dari keduanya bukanlah satu wahyu, yang dapat kau jadikan ILLAT menunggu beribu tahun waktu yang terlampaui. Dan tidak menjadi ILLAT bagiku untuk membujukmu agar sudi menunggu waktu dan jua aku dalam keletihan jiwa jalangmu. Aku bebaskan kau! Bebas jatuhkan sanggul kepalamu. Menjauh pergi, membuang matahari, atau mengganti suara nurani berupa kembang api atau mawar duri! Dengarkan suara batinmu yang tak mampu menaklukan waktu! Biar kehormatanmu tidak terbelenggu oleh seikat kata yang mengikat keinginanmu. Jika tidak kau lakukan! Maka aku anggap kau lebih inferior dari seluruh makhluk bumi manapun. Jangan tampakan kelemahan dengan terus menangisi apa yang sebenarnya tidak kau ingin yakini.

Bukan tak percaya pada siapa-siapa
Bila kau ingin bertingkah gila dari ratapmu sendiri
Tak ada lagi cahaya suci pada nadamu yang beranjak sepi

Ah, aku tertawa saja…!


To Be Continue....


Apen MAKESE
KalaMalamSepiSendiri
25 Februari 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dosa Dalam Doa

malam ini mungkin akan gelap sebab rindang gersang enggan melepaskan senyap gelap ini mungkin kan berahir kelam sebab alfa doa-doa t...