Padamu, yang diam-diam aku kagumi
Isyarat hatiku bebisik lain
Setiap kali aku mengintip wajahmu melalui dimensi tersembunyi
Setiap hari, terpatri kau lewati jalan ini
Melampaui akal-pikir dan detak jantung yang meragu
Mungkin, kau bisa kumiliki?
Sebelum kau berikan aku tanda
Aku tak kan berdoa dalam rupa ruang keraguanku sendiri
Biar ku tangguhkan kekagumanku, sementara waktu
Dan selalu, aku menyapamu dalam rupa-dimensi-ruang-waktu yang tersembunyi
Atas kesaksianmu, beri aku pengertian. Kenapa aku harus meyakini bahwa kau adalah dia yang sedang aku pikirkan. Hal ini, tampak seperti ruang negasi-aksi bagiku. Meski aku tak ingin menyamakan ini-itu-ia dengan Cogito Ergo Sum-nya Descartes. Tapi benarkah aku memikirkan satu hal yang sedang aku pikirkan. Ah, tampaknya aku sedang mencari persetujuan, dari apa yang hendak aku pikirkan, atau lebih tepatnya restu untuk merasionalisasikan kesukaanku pada dia yang aku kagumi secara diam-diam.
Tapi, ya sudah! Aku tak bisa lepas
Dari kesukaanku menikmati akal-pikirku memikirkan dia
“Absurd!” Dunia lain coba menghampiri lamunku
Membangun-berdirikan aku dari mimpi-mimpi
Tapi bagaimana? Aku lagi-lagi suka memikirkannya.
Aku tertawa sendiri. Dalam pikirku, tak ada yang absurd di tengah absurditas yang nyata dari dan di atas tanah negara yang masih sangat kekurangan lapangan pekerjaan. Ya, lebih baik menghayal. Menghayal dalam rupa-angan yang sempurna adalah pekerjaan terbaik bagi sebagian orang seperti aku. Menghayal menjadi raja sementara, atau menjadi aparatur Negara yang berjabat-kuasa segala. Atau berfantasi, jika seandainya kedudukan Presiden atau Kapolri bisa aku lamar seperti aku atau orang-orang melamar pekerjaan di jalan-jalan. Betapa kusam hariku. Dan betapa sibuknya manusia Indonesia yang ingin menjadi seperti aku. Oh, jangan mengikuti cara kerja akal fikirku, karena kau akan membawa apa saja hanya untuk melamar pekerjaan “yang seandainya ada lowongan” untuk menjadi Presiden atau Kapolri Republik Indonesia secara gratis tanpa visi misi yang berarti, maka kau hanya akan membawa api dan air bencana.
Aku tertawa saja
Tak habis pikir pada diriku sendiri
Kenapa aku bisa memikirkan hal itu
Ah, baiknya aku tinggalkan ia sendiri
Diam beribu sunyi. Tiba-tiba kesunyian berbunyi sendiri-sendiri. Ada bening-bisik, bahwa cinta adalah ilham yang menggerakan kekuatan tersembunyi yang ada di dalam dirimu sendiri. Meski dalam rupa ilusi, terkadang lirik-lirik puisi menjadi intrik tak ternalarkan oleh akal-fikir, hanya kesadaran akal-budi yang selalu-terus melingkar-rotasikan isi hati dalam bentuk persegi-bundar seperti tapak-tapak tawaf, kemudian berputar-mengelilingi kesucian altar Ka’bah jiwa. Menitip-bisikan lirik ke segala penjuru tubuh, melalui darah, melalui rasa, melalui air mata ia menghamba apa daya pada kehampaan yang tak tersapa. Tapi, ia-dia cinta, menyapa apa saja dalam setiap detak jantungmu yang melamunkan wajah purnama dari bilik-bilik kering air telaga bumi. O, kekuatan isyarat hatimu yang akan mengetarkan sukma bunga-bunga dan jua kumbang-kumbang. Karena kau dan dia adalah unsur yang sama dalam kata yang berbeda.
Kau datang ketika hampir habis sepi lamunku
Lagi, aku tertawakan habis akal-pikirku sendiri
Dan aku menjadi malu pada waktu
To Be Continue....
Apen MAKESE
KalaMalamMasihTerjalinNyata
18 Februari 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar